Senin, 05 Oktober 2009

Definisi Produk

Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan . Segala sesuatu
yang termasuk ke dalamnya adalah barang berwujud, jasa, events, tempat, organisasi, ide atau pun kombinasi antara hal-hal yang baru saja disebutkan. Siswanto Sutojo mengemukakan bahwa (2005:78)ada beberapa faktor penting yang wajib diperhatikan perusahaan dalam menyusun strategi produk mereka.
Faktor pertama adalah strategi pemilihan segmen pasar yang pernah mereka tentukan sebelumnya. Adapun faktor kedua adalah pengertian tentng hakekat produk di mata pembeli. Faktor ketiga adalah strategi produk pada tingkat kombinasi produk secara individual, pada tingkat seri produk dan pada tingkat kombinasi produk secara keseluruhan. Adapun faktor keempat adalah titik berat strategi pemasaran pada tiap tahap siklus kehidupan produk.
Berdasarkan fungsinya produk dibedakan menjadi tiga level. Level pertama adalah core product yaitu suatu produk yang fungsinya merupakan alasan dasar konsumen untuk membelinya. Contoh sederhana dari core product adalah pakaian, fungsinya dasarnya untuk melindungi tubuh manusia. Actual product adalah fitur-fitur yang ada pada produk untuk menambah nilainya. Misal desain yang menarik, nama merk, dan kemasan. Augmented product adalah tambahan manfaat-manfaat yang tidak terpikirkan oleh konsumen tapi akan memberi kepuasan bagi mereka, seperti garansi.
Produk juga digolongkan berdasarkan tujuan konsumen membeli barang secara umum. Produk yang dibeli oleh konsumen untuk kepentingan sendiri disebut consumer product. Produk yang dibeli oleh konsumen untuk kepentingan organisasi atau bisnisnya disebut business atau industria product. Produk bisnis bisa dikatakan sebagai produk yang dibeli untuk dijual lagi.
Consumer product dibedakan menjadi empat yaitu : convinience product,shopping product, dan specialty product. Convinience product adalah produk yang sering dibeli langsung, harganya rendah, biasanya kegiatan promosi dilakukan melalui mass advertising. Shopping product adalah produk sekunder yang harganya lebih mahal daripada convenience product. Produk jenis ini digunakan untuk memenuhi kkebutuhan sekunder manusia. Dalam proses pembeliannya, orang memerlukan waktu untuk membandingkan baik dengan cara survey maupun tes. Unsought product adalah produk yang sering tidak terpikir untuk dibeli konsumen, contohnya asuransi, tanah kuburan, dan ensiklopedi.
Barang industrial dibagi menjadi tiga golongan yaitu bahan baku dan bahan pembantu, bahan pendukung, dan barang modal.
Dari berbagai faktor yang diperhatikan perusahaan dalam menyusun strategi produk tingkat produk individual, tiga diantaranya perlu mendapat perhatian khusus. Ketiga faktor tersebut adalah atribut produk, penggunaan merek dagang, dan kemasan .
Sebagian bear perusahaan menghasilkan lebih dari satu seri produk. Tiap seri produk. Tiap seri produk seringkali terdiri lebih dari satu jenis produk. Sayangnya tidak semua seri dan jenis produk memberikan sumbangan hasil penjualan dan keuntungan yang sama.Oleh karena itu, pengelolaan tiap seri dan jenis produk juga tidak sama. Kapasitas produk menyumbang keuntungan ditentukan oleh jumlah satuan produk yang terjual tiap masa tertentu dan besarnya contribution margin. Contribution margin adalah selisih antara harga jual per satuan produk dan biaya variabelnya .
Karena berbagai macam alasan perusahaan dapat memutuskan memperluas usaha bisnisnya. Upaya perluasan bisnis tersebut dapt dilakukan dengan memproduksi produk baru dengan mutu, bentuk, ukuran dan harga yang lebih rendah dari produk lama. Strategi menambah jenis produk baru seperti ini disebut downward stretching yaitu memproduksi produk yang mutu, bentuk dan harganya lebih tinggi dari produk lama. Di samping itu perusahaan juga dapat memperluas usahanya dengan jalan product line-filling, yaitu menambah jenis produk bau pada seri-seri produk yang sudah berjalan .
Hal lain yang wajib diperhatikan perusahaan dalam menyusun produk adalah adanya kenyataan bahwa setiap jenis produk mempunyai siklus kehidupan yang terdiri dari empat tahap. Keempat, tahap pertumbuhan, tahap kematangan dan tahap penurunan. Masing-masing tahap siklus kehidupan produk memerlukan strategi pemasaran yang berbeda.

Pengertian produk
Produk adalah salah satu komponen bauran parash yang penting keberadaanya merupakan penentu bagi program bauran pemasaran yang lain misalnya penentu harga , program promosi , maupun kegiatan pendistibusianya . selain itu produk adalah sesuatu yang esensial mampu memenuhi kebutuhan pasar . Produk ditentukan atau dirancang oleh produsen akan tetapi sebenarnya diproduksi untuk memenuhi kepentingan pasar juga. Oleh karena itu produk tentu harus mempertimbangkan keinginan produsen dalam mengembangkan dan juga keinginan pasar .
Produk adalah segala jenis sesuatumeliputi obyek fisik , jasa ,tempat , organisasi gagasan yang dapat atau mampu ditawarkan produsen sehingga diminta , dicari , dibeli digunakan atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan dan pemuas keinginanya.


SUMBER dari :
Definisi Produk oleh Sutojo 2009
Seri diktat kuliah dasar pemasaran Universitas Gunadarma.

Kamis, 01 Oktober 2009

Pengertian Inflasi dan dampak yang di timbulkan

Definisi / Pengertian Inflasi dan dampak yang di timbulkan
A. Arti Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin turun nilai uang. Defenisi diatas memberikan makna bahwa, kenaikan harga barang tertentu atau kenaikan harga karena panen yang gagal misalnya, tidak termasuk inflasi. Secara garis besar Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama terus-menerus. harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di mana-mana dan dalam rentang waktu yang cukup lamaUkuran inflasi yang paling banyak adalah digunakan adalah: Consumer price indeks” atau “ cost of living indeks”. Indeks ini berdasarkan pada harga dari satu paket barang yang dipilih dan mewakili pola pengeluaran konsumen. Barang-barang dalam paket itu dibobot sesuai dengan kepentingan relatifnya bagi konsumen. Dan data harga diperoleh dalam bentuk indeksasi. Indeks yang lain juga dapat diperoleh dari “deflatoir GNP pada harga konstan”. Kelebihan indeks ini bukan hanya memperhitungkan harga barang konsumen tetapi juga harga barang kapital dan barang ekspor.
Inflasi adalah masalah seluruh dunia. Namun berdasarkan data negara yang sedang berkembang, yang lebih banyak pengalamannya dalam hal ini inflasi dibanding dengan negara industri. Penyebaran inflasi keseluruh dunia terjadi oleh karena adanya mekanisme perdagangan keuangan yang saling berkaitan antara negara dunia.
Inflasi merembes keseluruh dunia dengan bebas. Kenaikan harga minyak empat setengah kali pada tahun 1973 – 1974 telah meningkatkan laju inflasi dunia dengan cepat pada tahun 1974 – 1975. Demikian juga perluasan “money supply” dunia pada tahun 1970 an telah mendorong inflasi. Kenyataan ini adalah akibat kekakuan “exchange rate”. Bila exchange rate (nilai tukar), fleksibel sempurna maka inflasi dapat dihindari. Sebaliknya kebanyakan negara dunia memiliki tingkat penukaran mata uang asing (exchange rate) yang tidak fleksibel, sehingga inflasi tak dapat dihindari.
Generalisasi seperti ini tentu ada kecualinya, yaitu negara yang mempunyai sistem perencanaan sentral di Eropa Timur atau Uni Soviet (tempo dulu). Pada negara-negara ini harga ditetapkan oleh pemerintah pusat (secara administratif). Jadi bukan karena permainan permintaan dan penawaran. Ini tidak berarti bahwa permintaan tidak pernah melebihi penawaran. Bila kenyataan ini juga terjadi maka penjatahan atau antri dapat diberlakukan terhadap produksi, sebelum penawaran ditingkatkan.
Arti Stagnasi
Stagnasi adalah suatu keadaan di mana tingkat pertumbuhan ekonomi adalah sekitar 0% per tahun.
Stagflasi
Stagflasi adalah suatu kondisi suatu perekonomian mengalami inflasi dan stagnasi dalam waktu yang bersamaan.
Dampak Sosial Dari Inflasi
Inflasi dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian. Di samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi yang terjadi.
Jenis –jenis Inflasi
Berdasarkan sumber yang berlaku inflasi dapat di bedakaan menjadi tiga bentuk berikut:
Inflasi tarikan pemerintah
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang pesat .kesempatan kerja yang tinggi menciptakan pendapatan tinggi yang menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa . Pengeluaran ini dapat menimbulkan Inflasi
Inflasi Desakan biaya
Infalasi ini berlaku dalam masa perekonomian berkembang pesat ketika tingkatan pengangguran adalah rendah .Apabila perusahaan – perusahaan masih menghadapi permintaan yang bertambah ,mereka akan berusaha menaikan produksi dengan cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerja baru dengan tawaran dengan pembayaran gaji dan upah lebih tinggi langkah ini dapat menyebabkan kenaikan haraga beberapa barang.
Inflasi Impor
Inflasi dapat juga bersumber dari kenaikan harga- harga yang di impor .Inflasi ini akan wujud apabila barang –barang yang diimpornya yang mengalami kenaikan harga mempunyai pesanan yang penting dalam kegiatan pengeluaran perusahaan-perusahaan.
Krisis keuangan Global menyebabkan Inflasi
Kepanikan tersebut semakin menjadi-jadi ketika 15 September lalu dimana Lehmman Brother, Bank Investasi terbesar keempat AS mengumumkan kebangrutannya menyusul kegagalan mereka dalam memperoleh suntikan dana untuk menutup kerugiannya akibat kredit bermasalah di sektor properti, serta ketidakmampuan mereka dalam menahan laju penurunan harga saham sebesar 94% sepanjang 2008. Bahkan sebagai akibatnya, America Insurance General (AIG) salah satu penjamin obligasi terbitan Lehman Brother ikut terkena imbasnya, limbung dan kolaps.
Krisis yang menimpa beberapa perusahaan besar di AS termasuk Washington Mutual yang merupakan Bank perkreditan terbesar di AS, memicu goncangan di lantai bursa hingga bursa saham seluruh dunia. Meskipun pemerintah AS menyiapkan dana US$ 700 Milyar, namun kabar tersebut rupanya tak banyak menolong. Bursa saham global terus menerus menghadapi aksi jual “gila-gilaan” para investor. Hal ini menyebabkan penurunan yang cukup tajam, terhadap indeks saham Dow Jones, dimana pada penutupan 18 Sept 2008, indeks Dow Jones turun sebesar 450 poin, ini adalah penurunan terbesar pasca tragedi 11 september 2001.
Tak hanya indeks Dow Jones, tekanan bursa saham AS juga merambat ke bursa saham seantero jagat. Pada hari yang sama Indeks saham di Han Seng turun sebesar 1.272,86 poin atau 7,22%, terendah dalam 2 tahun terakhir. Nikkei di Jepang terkoreksi sebesar 445,67 poinatau 3,79%. Memasuki bulan Oktober kebijakan Bail Out dari pemerintah AS tidak mampu memulihkan kepercayaan investor, indeks saham tetap mengalami penurunan. Indeks saham di London FTSE 100, pada perdagangan 9 Oktober lalu terkoreksi sebesar 6%, akibatnya investor kehilangan US$ 150 Milyar, yang merupakan kehilangan terbesar dalam 1 hari perdagangan. Pada Penutupan 9 Oktober lalu, indeks Dow Jones merosot 687 ponit atau 7,33% ke posisi 8.579,19, yang merupakan posisi terendah selama 5 tahun terakhir. Sedangkan indeks Nikkei pada perdagangan 10 Oktober, turun hingga 11,38% pada level 8.115,41 atau turun sebesar 1.0542 poin.
Krisis keuangan global yang terjadi saat ini pada hakikatnya merupakan konsekuensi dari sistem pasar yang bekerja secara alamiah . Krisis merupakan Shock Therapy yang dibutuhkan untuk mengoreksi ekses berlebihan yang terjadi sebelumnya, ini secara teoritis disebut “Hangover Theoty” (Hendrawan Supratikno, 2008). Dalam pandangan doktrin pasar murni, segala bentuk intervensi pemerintah tidak diperbolehkan. Mekanisme pasar secara alamiah akan mencapai keseimbangan baru, keuntungan dan kerugian besar adalah hal biasa dan wajar dalam aktivitas perdagangan . Tidak ada pelaku pasar yang terus menerus mengalami keuntungan, adakalanya pelaku pasar harus menanggung kerugian dalam aktivitas jual beli.
Pemerintah di seluruh dunia secara bersama-sama sepakat untuk melakukan intervensi pasar dengan anggapan bahwa koreksi alamiah terhadap mekanisme pasar akan memakan waktu lama untuk mencapai keseimbangan baru (Keynes: In The Long Term We’re All Die). Tingkat suku bunga ramai-ramai diturunkan, dana segar milyaran Dolar digelontorkan ke lantai bursa untuk menyelamatkan saham-saham unggulan dari kehancuran, Bank-Bank diberi suntikan dana untuk menjamin ketersediaan likuiditas dan menjamin tabungan masyarakat.
Dampak dari krisis keuangan di AS menyebabkan IMF dan Bank Dunia mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan melambat menjadi 1,3% pada tahun 2008 dari sebelumnya 2,7% pada tahun 2007. Sedangkan kawasan Eropa diperkirakan hanya tumbuh sebesar 1,4% setelah tahun lalu tumbuh sebesar 2,6%.
Dalam sistem perekonomian dunia modern dimana seluruh aktivitas ekonomi diberbagai belahan dunia sudah terintegrasi dalam rezim globaliasi, maka apa terjadi di AS juga dirasakan oleh Indonesia.Penutupan Bursa Efek Indonesia adalah contoh yang paling nyata bagaimana krisis di bursa efek AS berpengaruh langsung dalam subsistem perekonomian Indonesia.
Sentimen negatif juga dialam oleh Rupiah, sebagai akibat dari melemahnya ekspekatasi investor atas kinerja ekonomi AS dalam mengatasi krisis keuangan. Pelemahan dolar AS segera diikuti oleh pelemahan mata uangdibanyak negara yang perekonomiannya sangat tergantung pada pasar AS, termasuk Indonesia.
Setelah Bursa Efek Indonesia ditutup, 8 Oktober lalu, rupiah terus turun ke level Rp 9.750 per US $. Pelemahan ini terus terjadi. Sampai padapenutupan perdagangan Jum’at 10 Oktober, Rupiah turun sampai pada level psikologis yaitu Rp. 9800 per US$. Bahkan rupiahyang diperdagangkan di Hongkong sempat menembus angka Rp 10.800 per US$.
Keadaan tidak membaik minggu berikutnya. Setelah Bursa kembali dibuka, Rupiah kembali melemeh pada posisi Rp 9.850 per US$, meskipun angka ini menguat pada penutupansore harinya, yaitu ke posisi Rp. 9.810 per US$.
Rupiah kembali menguat setelah kebijakan menaikkan BI rate menjadi 9,5 % mulai direspon kalangan perbankan dengan menaikkan suku bunga tabungan dan suku bungan pinjaman yang mengakibatkan aliran dana dari masyarakat masuk dan memperkuat likuiditas perbankan nasional. Pada perdagagan 14 Oktober, Rupiah ditutup pada level Rp 9.700 per US$
Krisis keuangan yang awalnya hanya terjadi di bursa saham, mulai merambat ke sektor riil. Tekananan di lantai bursa, menyebabkan perusahaan-perusahaan di AS kesulitan memberoleh likuiditas dan akhirnya banyak dari mereka yang mengurangi kapasitas produksi, selain karena persoalan kelangkaan dana, perusahaah-perusahaan tersebut juga belum yakin sepenuhnya terhadap kinerja perekonomian AS dan juga dunia untuk beberapa waktu ke depan. Pengurangan kapasitas produksi selanjutnya menekan harga berbagai komuditas, seperti, Jagung, Gula, kedelai dan tepung terigu. Kelapa sawit, yang merupakan salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia juga mengalami penurunan harga. Sebagai eksportir ke dua terbesar di dunia, industri CPO di Indonesia tentunya mengalami pukulan yang serius.
Di hampir semua sektor perdagangan, ekspor dari Indonesia juga mengalami tekanan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari turunnya konsumsi masyarakat di negara-negara tujuan ekspor dunia, yaitu, AS dan Eropa. Masyarakat AS, terutama, banyak melakukan investasi keuangannya dalam bentuk saham. 60% asset keuangan masyarakat AS berbentuk saham dan berbagai bentuk derivatifnya, sehingga ketika saham-saham utama meraka anjlok maka pendapatan mereka pun tergerus dalam waktu singkat. Turunnya pendapatan ini, di ikuti pula dengan turunnya belanja masyarakat untuk konsumsi. Penurunan ekspor merupakan ancaman serius bagi sektor riil di Indonesia.
Namun tidak semua sependapat bahwa krisis keuangan yang terjadi di AS akan membawa dampak yang serius terhadap perekonomian Indonesia, terutama di sektor barang dan jasa. Pemerintah, melalui menteri keuangan, mengimbau agar masyarakat tidak terlalu panik menghadapi krisis ekonomi AS karena pemerintah terus memantau perkembangan dan telah menyiapkan berbagai kebijakan untuk mengatasi dampak krisis tersebut. Wakil Presiden bahkan meyakinkan bahwa Indonesia tidak akan terkena dampak krisis di AS secara berlebihan. Keyakinan ini didasarkan pada kenyataan, masih menurut Wapres, bahwa ekspor Indonesia ke AS lebih banyak adalah komoditas energi, dimana saat ini AS sudah tidak terlalu membutuhkan.
Krisis ini berlanjut terus dan telah mendapatkan perhatian serius dari media massa di Amerika serta pembuat undang-undang pada awal tahun 2007. Akan tetapi, permasalahan yang terjadi di Amerika tersebut sebelum krisis keuangan tersebut meledak saat ini, tampaknya tidak menjadi sebuah pelajaran berharga bagi praktisi keuangan di Indonesia. Pada tahun 2007 hingga pertengahan 2008, perbankan Indonesia tetap mengenjot kredit konsumtif untuk memenuhi target pemberian kredit kepada masyarakat.

Lebih lanjut, apabila kita perhatikan dengan seksama, komposisi kredit perbankan pada dua dekade belakangan ini, mengalami perubahan signifikan. Pada dekade sebelum 1990-an, komposisi kredit perbankan sebagian besar diperuntukkan bagi pembiayaan sektor produktif, baik itu sektor pertanian, sektor industri, sektor perdagangan, serta sektor produktif lainnya. Dengan demikian yang menjadi debitur perbankan, saat itu, kebanyakan adalah petani, pengusaha, ataupun pedagang. Namun seiring perubahan gaya perekonomian, porsi mereka dalam mendapatkan pembiayaan dari bank semakin berkurang dari hari ke hari. Di lain sisi, satu profesi, yaitu pekerja yang sebelumnya sangat jarang menjadi debitur perbankan, saat ini merupakan sasaran penyaluran kredit bank-bank dalam pembiayaan yang bersifat konsumtif.

Dari catatan perbankan nasional Indonesia per Agutus 2008, terlihat bahwa Rp 346 trilyun dari Rp 1.206 trilyun atau 29% outstanding kredit perbankan di Indonesia merupakan kredit konsumtif langsung kepada nasabah perbankan. Di samping itu, terdapat pula 11% (Rp 137T) merupakan kredit yang diberikan kepada sektor jasa dunia usaha, yang isinya sebagian besar merupakan kredit kepada multi finance, koperasi simpan pinjam dan institusi lainnya yang meneruskan pembiayaan konsumtif kepada "customer" nya. Dengan demikan, sebenarnya, 40% dari outstanding kredit yang diberikan perbankan Indonesia disalurkan kepada sektor konsumtif yang hampir seluruhnya, dinikmati oleh kaum pekerja. Jika dibandingkan dengan profesi pedagang, profesi pekerja sangat besar mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Pemberian kredit kepada sektor perdagangan (termasuk hotel & restoran) "hanya" sebesar 20,65% (Rp 249T) dari total outstanding kredit perbankan Indonesia. Sektor pertanian mendapatkan jauh lebih kecil lagi, yaitu "hanya" 5,1% (Rp 62T). Sektor industri, yang seharusnya menjadi penopang PDB di era ekonomi modern saat ini, "hanya" mendapatkan 20% (Rp 241T) saja dari total outstanding kredit. Pertumbuhan kredit konsumtif sepanjang tahun 2008 (hingga akhir Agustus) 22,48% atau lebih tinggi dari pertumbuhan total kredit (20%).

Berdasarkan data di atas, dapat kita lihat, bahwa sektor konsumtif masih menjadi pendorong pertumbuhan kredit perbankan saat ini. Selain itu dapat pula kita lihat, bahwa pada saat ini, jauh lebih banyak profesi pekerja (pegawai) yang menjadi debitur perbankan dibandingkan profesi pedagang ataupun pengusaha apalagi jika dibandingkan dengan profesi petani. Hal serupa juga terjadi di Amerika, sebagaimana yang disampaikan Joseph E. Stiglitz dalam bukunya The Roaring Nineties: A New History of the World's Most Prosperous Decade (2003), bahwa kini, rata-rata orang Amerika yang berhutang bukan petani, melainkan orang-orang yang menjadi pegawai.

Seringkali sebelumnya kita dengar, dari para pelaku perbankan, bahwa pinjaman konsumtif merupakan pendorong pertumbuhan kredit perbankan yang aman. Mereka membuktikan dari kecilnya angka NPL (Non Performing Loan) sektor ini, pada tahun 2005 hanya 2,26% saja. Namun keyakinan itu agak menurun karena mulai naiknya NPL sektor konsumtif menjadi 2,78% per Agustus 2008. Di samping itu, secara absolute terjadi peningkatan kredit bermasalah pada sektor konsumsi, yakni dari Rp 72T pada tahun 2005 menjadi Rp115T pada akhir Agustus 2008.

Apakah keyakinan para pelaku perbankan terhadap kredit konsumtif yang menjanjikan benar adanya, dapat kita resapi dari bahasan Stiglitz pada bukunya di atas, meskipun ia tidak secara khusus membahas permasalahan tersebut.

Seorang pekerja dalam sebuah roda perekonomian sangat tergantung dengan sebuah produktivitas. Ketika perekonomian sedang menggunakan sumber dayanya secara maksimal, peningkatan produktivitas memungkinkan naiknya PDB, upah, dan memperbaiki standar hidup. Sebaliknya, ketika perekonomian mengalami resesi, semuanya akan berbalik arah dengan turunnya PDB, upah, serta memburuknya kualitas hidup masyarakat, termasuk profesi pekerja. Apabila resesi yang terjadi karena permintaan yang terbatas, misalnya output hanya naik 1 persen sedangkan kapasitas produksi 3 persen lebih output, maka pekerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit, sehingga akan berdampak kepada peningkatan pengangguran.

Peningkatan laju pertumbuhan produktivitas, dalam jangka pendek, bisa jadi menghasilkan tingkat output yang lebih rendah. Akan tetapi, angka pengangguran yang tinggi akan menjadi penyebab penekan upah pekerja. Situasi dunia kerja menjadi tidak menentu yang akan berakibat tertekannya konsumsi, atau paling tidak laju pertumbuhan konsumsi akan menurun. Namun, karena kapasitas produksi berlebih, kenaikan laba yang disebabkan oleh penurunan upah dan penurunan suku bunga, tidak otomatis mendorong peningkatan investasi. Akibat pertumbuhan konsumsi yang menurun atau melambat, maka output secara keseluruhan akan berkurang. Akhirnya semakin sedikit pekerja yang dibutuhkan. Pandangan ini tidak berlebihan, mengingat ekspor netto Indonesia ke luar negeri hanya memberi sumbangan sebesar 10% dari total PDB, dan dari total ekspor non migas Indonesia, hanya 12% saja yang masuk ke pasar AS. Bahkan, beberapa waktu kedepan ada kemungkinan, perekonomian Indonesia akan mengalami pertumbuhan seiring dengan turunnya harga minyak dunia pada level 80 US$ per barrel, yang akan banyak menghemat APBN. Selain itu penurunan berbagai produk impor seperti gula, kedelai dan tepung terigu juga akan menghemat pengeluaran devisa sehingga bisa digunakan untuk membiayai pos-pos yang lain.

ANALISIS:
INflasi merupakan kenaikan harga secara umum atau penurunan daya beli masyarakat atau konsumen hal ini terjadi pada waktu yang cukup lama.
Pada Negara maju inflasi dapat terjadi dan mengakibatan pengaruh yang sangat besar bagi Negara brkembang .Beberapa Negara berkembang mempunyai ketergantungan pada Negara –negara maju dalam hal menyediakan modal dan barang hasil produksi . UNtuk mengatasi inflasi yang terjadi beberapa Negara mulai melakukan kebijakan – keuangan diantaranya seperti menaikan suku bunga simpanan , menurunkan suku bunga pinjaman dan Negara melakukan penyuntikan dana segar kepada bank agar tetap terjaga likuiditasnya.
Beberapa yang dapat dilakukan Negara berkembang untuk dapat mengatasi inflasi diantaranya penyediaan cadangan devisa yang cukup sehingga mampu membayar transaksi internasional memanfaatkan asset nasional untuk mencukupi devisa dan perlunya dukungan masyarakat agar memakai produk dalam negeri sehingga akan meningkatkan produktifitas nasional yang berdampak akan meningkatnya pendapatan nasional juga.

SUMBER DARI:
Organisasi.Org Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia
buku mikro&makro ekonomi Gunadarma